Kamis, 09 Februari 2017

Sepenggal cerita musafir jalanan



copyrigt by google

Cerita seorang musafir jalanan yang tersangkut dalam ambisius mimpinya, menemukan gerbang mimpinya di ujung perbatasan Surakarta- Karanganyar di pojokan jalan Ir. Sutami.

Penuh dengan ideologi, isi kepalanya menjadi terbelit-belit. Merasa sok pinter dengan kegoblokannya. Merasa lebih dengan keterbatasannya. Mencoba mencari kebahagiaan dalam kesederhanaan. Dan semoga ini tidak terlalu puitis.

Tak bisa ia menemukan senyum dalam Solo GrandMall atau Paragon Mall, tak bisa ia temui tawa dalam gedung bioskop XXI yang tiketnya seharga 7 mangkok Soto kampus. Tak pernah bisa ia temukan kesenangan oleh orang yang sering menyebut-nyebutnya. Wajar jika ia tak punyai teman. Siapa yang mau berteman dengan kesepian.

Anak muda yang kepengen dibilang muda. Merasa tidak tertarik dengan dunia kasih sayang yang kiwir-kiwir. Hubungan dua orang muda mudi yang begitu menghangatkan hati dan birahi. Merasa di awang-awang oleh imaji ciptaanya sendiri. Perasaan yang terjadi dimana-mana, membuat ia benci pada mulut yang terlalu jujur dan terburu-buru seperti di kejar hantu. Padahal UKT saja masih ragu-ragu.

Entah pada siapa ia bicara. Musafir jalanan yang sedang kebingungan mencari apa yang harus dicari oleh pemuda umur 20 tahun yang sedang menempuh kuliahnya di semester 2. Selain kegiatan positif, hemat dan tidak menghabiskan uang sekaligus tetap menyenangkan untuk pemuda umur 20 tahun.

Tak kelar kelarnya ia marah pada dirinya sendiri, akan kecerobohan kecil yang sering dilakoninya. Seperti, lupa pin ATM yang baru dibikinnya 2 bulan yang lalu, salah mencetak KHS, lupa cuci tangan dan gosok gigi sebelum tidur. Dan sisanya ia habiskan untuk membunuh bosan dengan dunianya, Solo GrandMall bukanlah pilihan. Meski tiket bioskop seharga 7 mangkok soto masih ada dalam isi kepalanya.

Musafir jalanan yang senang hidup dengan idealismenya, tak pernah peduli pada orang yang menyebutnya lebay. Biarkan, idealis satu satunya kemewahan yang aku punya, selain uang, kesenangan dan pacaran. Begitu katanya.

Tapi isi kepalanya tak bisa menengok kedalam isi hatinya. Perasaan tak bisa di nalar seperti akal, begitu katanya. Itu juga yang membuat orang tidak sadar pernah menjadi goblok karena perasaan nya sendiri. Juga termasuk dia. Perasaan yang tidak bisa dinalar membuat akal kadang tak tahu diri.

Namun dalam doanya, pernah muncul satu nama. Satu nama. Suatu perasaan yang tak bisa di nalar, yang membuat akal tak tahu diri.

"Ya Tuhan, semoga kau jadikan Zahra sebagai ...."
Hilang suaranya, tak percaya diri. Karena ini bukan cerita zainuddin dan hayati.

"Zahra, semoga Tuhan......"

Bersambung.



2 komentar:

  1. zahra siapa ini nih? Masalahnya adek gue juga namanya zahra, masih smp.
    Lu kagak pedo kann? wkwkwk

    BalasHapus
  2. akakak, ya kali yang namanya zahra cuman atu.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca.