Senin, 15 Juli 2019

Melihat Kapitalisme Bekerja



Warungkata - Datanglah ke Jakarta. Kota tersibuk se-Indonesia dan salah satu kota dengan perputaran arus modal tertinggi se-Asia Tenggara.

Jangan pernah membenci kapitalisme. Seperti kata Foucalt "Mengubah relasi lingkungan sosial merupakan perjuangan melawan sakit mental".

Dan membenci kapitalisme, adalah perjuangan melawan sakit mental. Lihat pakaian yang kamu kenakan? Makanan yang kamu makan? Alas kaki yang kamu injakan? Kendaraan yang kamu polusikan? Hingga kemaluan yang kamu amankan. Semua berdarah kapitalisme.

Tumbuh dewasa, terserap daya kapitalisme. Kita akan hidup pada dua sisi pedang yang sama tajam: Diperdayakan atau memberdayakan. Karena memberdayakan juga artinya memperdayakan, iya kan?

Menginjak remaja, bertambah tanggungan di usia muda, hingga menuju umur senja. Keharusan bertahan hidup adalah mata rantai evolusi manusia. Mulai dari tradisi berburu dan meramu. Kjokenmoddinger. Bercocok tanam. Hingga tradisi kedai kopi dan tahu bulat merebak ke seantero jagat. Manusia tidak bisa lepas dari kodrat: bekerja.

Bukan bermaksud konservatif dan meneriakan slogan sosialis primitif. Hanya mencoba menggambarkan rasanya menikmati kehidupan kota (Jakarta) yang masif. Sambil menggeser-geser gawai pintar dengan latar pemandangan kumuh bersanding dengan bangunan termutakhir abad ini. Sangat kontradiktif.

Dalam rangkulan mesra industrialisasi, aku meramal, selesai wisuda, aku akan (atau mungkin harus) melamar kerja kemari dan kesana.

Ramalan atas kegugupanku dalam menghadapi fresh graduate sindrom telah mengantarku pada Jakarta. Ketika ada kesempatan Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) maka aku dengan mantap memilih Jakarta sebagai destinasi magang. Tujuannya satu: mengenal kejamnya dunia kerja. Yah, mungkin aja.

Jadi, jika saja kehidupan ini menjebakku untuk mengharuskan kerja di Jakarta. Persiapanku tidak dimulai dari angka nol. Dan misi itu tercapai. Hasilnya: aku sangat gugup. Terutama dalam perjalanan menuju kantor.

Kebiadaban yang Paling Biadab

Di Kota yang masuk predikat 4 kota dengan pencemaran udara terburuk di dunia setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago, bisa kan kamu bayangkan bagaimana panasnya udara, bersatu padu dengan panasnya kepala. Huft. Gunung Antartika bisa saja meleleh kalo dibawa jin ifrit ke sini.

Di dalam ruangan dingin banget, full ac. Di luar ruangan panas banget, full polusi. Kaya keluar kulkas terus masuk microwave.

Marx pernah cerita kalo kapitalisme akan membawa manusia pada keterasingan. Yang dimaksud Marx dengan keterasingan adalah ketika orang itu bekerja, dia bekerja bukan untuk sebenar-benarnya bekerja. Tapi hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain, namun semua itu harus terpenuhi dengan bekerja. Ya semi terpaksa lah mungkin maksud Marx. Demi penghidupan.

Hal ini saya lihat di Jakarta -sangat jelas terlihat. Mungkin tidak semua orang mencintai pekerjaannya. Tapi kebiasaan -yang kemudian dibaca kebiadaban- kehidupan Jabodetabek (secara lebih luas) yang sering memusingkan -tersirat di jalanan- harus mereka siasati menjadi kebiasaan agar kebidupan tetap berlanjut. Demi mencari penghidupan.

Siap menjadi manusia pencari kerja, wahai calon sarjana?

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca.