Amarah datar hidup. Bosannya detik waktu. Kegagalan
hendak impian, meleburnya harapan. Sepinya hati. Dangkalnya Iman. Pelampiasan
hasrat kotor tak tertahan. Beban yang tak seharusnya dirasa. Makian diri
terhadap waktu yang tak bersalah, sama sekali. Pertengkaran orang tua yang
membesut emosi. Perkuliahan yang jadi asa yang tetap berpacu, hanya tertunda. Tapi cukup menyiksa bila aku
terus membuatnya hanya menjadi limbah, sampah. Jatuh terbalik dari kesibukanku
pada sekolah kemaren, yang hampir tak pernah ada limbah waktu. Hanya beberapa
hitungan mungkin ada. Tapi tak sebanyak sekarang.
Semua denyutan kata dalam arus sel-sel otak yang
membuahkannya menjadi pikiran terus berebut berdesak memukul dinding pemikiran
dan perasaan yang selalu sering di koyak-koyak hasrat bejat keparat. “bangsat
keparat, antre!!! Satu-satu!!”
Sruuuup....... hangat aroma dan lembut rasa pahit
manisnya berhasil membuat semua ricuh piluh terdiam. Kadang sejenak. Tak sering
juga berhari hingga berminggu. “bagus. Antre semua. Rapih. Ato gua amuk lu
satu-satu, anjing!”
Kopi berhasil mengomandokan kedisiplinan dalam otak
yang hanya sekian nol persen saja terpakai. Seperti ada panglima yang berdiri
berteriak lantang mengomando. Lalu semua rusuh mendadak rapih. Tak berdesak.
Antre terajegan. Patuh.
Membuat denyut-denyut kehidupan menjadi bersabar
menunggu di selesaikan. Dipikirkan. Diperhatikan. Dan di hapuskan.
Pagi itu, Kopi jadi pipa air super power yang
menertibkan perusuh di depan kantor Birokrasi otakku. “thanks kop! Lu emang ga
ada duanya.”
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca.