Selasa, 29 Maret 2016

Kerusuhan di kantor birokrasi otak


Amarah datar hidup. Bosannya detik waktu. Kegagalan hendak impian, meleburnya harapan. Sepinya hati. Dangkalnya Iman. Pelampiasan hasrat kotor tak tertahan. Beban yang tak seharusnya dirasa. Makian diri terhadap waktu yang tak bersalah, sama sekali. Pertengkaran orang tua yang membesut emosi. Perkuliahan yang jadi asa yang tetap berpacu,  hanya tertunda. Tapi cukup menyiksa bila aku terus membuatnya hanya menjadi limbah, sampah. Jatuh terbalik dari kesibukanku pada sekolah kemaren, yang hampir tak pernah ada limbah waktu. Hanya beberapa hitungan mungkin ada. Tapi tak sebanyak sekarang.

Semua denyutan kata dalam arus sel-sel otak yang membuahkannya menjadi pikiran terus berebut berdesak memukul dinding pemikiran dan perasaan yang selalu sering di koyak-koyak hasrat bejat keparat. “bangsat keparat, antre!!! Satu-satu!!”

Sruuuup....... hangat aroma dan lembut rasa pahit manisnya berhasil membuat semua ricuh piluh terdiam. Kadang sejenak. Tak sering juga berhari hingga berminggu. “bagus. Antre semua. Rapih. Ato gua amuk lu satu-satu, anjing!”

Kopi berhasil mengomandokan kedisiplinan dalam otak yang hanya sekian nol persen saja terpakai. Seperti ada panglima yang berdiri berteriak lantang mengomando. Lalu semua rusuh mendadak rapih. Tak berdesak. Antre terajegan. Patuh.

Membuat denyut-denyut kehidupan menjadi bersabar menunggu di selesaikan. Dipikirkan. Diperhatikan. Dan di hapuskan.


Pagi itu, Kopi jadi pipa air super power yang menertibkan perusuh di depan kantor Birokrasi otakku. “thanks kop! Lu emang ga ada duanya.”

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca.