Jumat, 01 Februari 2019

Di Manakah Kaum Islam Radikal Berpihak di Pilpres 2019?

Copy right from Google

Tulisan ini sebagai salah satu bentuk respon atas Debat Capres & Cawapres 2019 jilid 1 yang diselenggarakan pada tanggal 17 Januari 2019 silam. Tulisan ini hanya ingin sedikit menyoroti isu terorisme yang menjadi salah satu tema debat capres & cawapres 2019.

Ketika pertanyaan tentang terorisme dilontarkan kepada paslon 1 dan 2, masing-masing paslon menjawab dengan gayanya masing-masing. Paslon 2 menjawab dengan kata kunci ekonomi, (apapun isunya, isu ekonomi adalah pemicu pokok permasalahan). Sedangkan paslon 1 yang terlihat kurang kompak dalam porsi berbicara antara Jokowi dan Ma’ruf Amin, ketika topik tentang terorisme, akhirnya Pa Kiai angkat bicara, huft akhirnya.

Pertanyaan pertama diberikan kepada paslon 1 Jokowi-Ma’ruf.

Pemberantasan terhadap terorisme seringkali berbenturan dengan isu HAM. Bagaimana strategi anda agar pemberantasan terorisme bisa benar-benar dijalankan tanpa ada persepsi dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran HAM?

Dengan gayanya yang khas, Pak Kiai Ma’ruf menjawab dengan tenang dan santai. Pak Kiai menjawab bahwa terorisme adalah tindak kejahatan, MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa terorisme bukanlah jihad, terorisme adalah tindakan perusakan, oleh karena itu haram dilakukan. Pelakunya harus dihukum dengan keras dan berat. Langkah konkretnya adalah mensinergikan pencegahan dan penindakan dengan menggunakan pendekatan yang humanis. Menggandeng ormas-ormas –khususnya keagamaan– untuk melakukan pencegahan terorisme dengan cara deradikalisasi.

Lalu Prabowo menanggapi Pak Kiai bahwa terorisme sering kali dikirim dari luar, pelakunya menyamar seolah-olah dia itu orang Islam. Dia berpendapat bahwa teroris ini ada kemungkinan di dukung dan bekerja oleh dan untuk orang asing. Dia juga menolak stigmatisasi teroris selalu kepada orang Islam.

Pertanyaan kedua untuk paslon 02 Prabowo-Sandi.

Radikalisme dan terorisme sudah menjadi ancaman, oleh karena itu dibutuhkan langkah pencegahan dan deradikalisasi. Hal ini bukan hanya bagi individu yang sudah terpapar paham terorisme dan keluarganya. Tetapi juga lingkungan yang menjadi ladang subur berkembangnya paham ini. Apa strategi anda untuk menjalankan pencegahan dan deradikalisasi yang efektif?

Pak Prabowo menjawab bahwa banyak teroris yang merupakan penyusupan dari luar, teroris dari dalam negeri muncul sebagai akibat dari rasa ketidakadilan, rasa keputusasaan, karena posisi itulah mereka bisa terkena paham radikal. Prabowo-Sandi lebih menekankan kepada penguatan investasi besar-besaran di bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi (khususnya rakyat paling bawah), penguatan pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, dan berusaha menghilangkan suasana hidup putus asa karena ketidakmampuan ekonomi, dalam mencegah paham terorisme. Lalu Sandi menambahkan, mereka akan melakukan program-program kontra radikalisasi pada masyarakat luas, dan menganalisis pemetaan masyarakat miskin –yang rentang terkena ajaran terorisme– agar tidak terkena paham radikal.

Lalu Pak Kiai menanggapi argumen paslon 2. Pak Kiai sangat menekankan kepada persepsi “apa yang membuat ia menjadi radikal?” Bila penyebabnya adalah faktor paham keagamaanya yang menyimpang, kita luruskan. Bila penyebabnya faktor ekonomi, kita berikan lapangan pekerjaan.

Isu terorisme tidak hanya menjadi isu nasional, ini sudah menjadi isu trans-nasional. Masalah terorisme bukanlah masalah agama, melainkan masalah politik kekuasaan yang mengatasnamakan isu agama. Oleh karena itu, masalah agama selalu menjadi kendaraan yang di mobilisasi oleh kaum radikal untuk memperoleh pembenaran atas pergerakan poilitiknya. Dan agama yang selalu jadi tunggangan itu adalah Islam.

Pemikiran terorisme dipicu oleh pemahaman radikal. Pemahaman radikal berawal dari ajaran radikal yang menolak ukhuwah (perdamaian), hobinya mengkafir-kafirkan orang yang berbeda pemahaman, menolak intelektualitas, cenderung menolak pendapat berbeda pemahaman, meneriakan Islam dengan lantang namun memecah belah ukhuwah islamiyah. Semua ciri-ciri ini terdapat pada aliran Islam bernama Salafi Wahabi dan berbagai macam bentukannya.

Salafi Wahabi ini tidak hanya jadi masalah di Indonesia, aliran ini di musuhi oleh banyak ulama di berbagai belahan dunia. Beberapa konflik yang berhasil dikompori oleh mereka di Indonesia –bahkan menjadi isu nasional– adalah konflik sunni-syiah (puncaknya pada tahun 2013, dimana MUI pusat mengeluarkan fatwa bahwa Syiah sesat, setelah diselidiki ternyata MUI ditunggangi banyak orang wahabi), lalu sampai pada konflik yang terbaru dan masih bergaung sampai sekarang: khilafah (negara islam).

Salafi Wahabi ini memiliki pengkaderan dan pergerakan yang ajip. Untuk memperoleh suara dari masyarakat mereka mengaku sebagai kaum Ahlussunah wal jamaah (Aswaja) dan menduduki (pengurus DKM) masjid-masjid –masjid warga NU sekalipun. Karena suara mereka telah lama ditolak oleh masyarakat, akhirnya mereka merubah arah gerakan.

Ciri-ciri paling mudah untuk mendiagnosis kaum wahabi sangatlah mudah. Mereka sangat buta dengan kefanatismean golongannya, mengutamakan golongannya dan mengkafirkan golongan lain (termasuk agama non-Islam), menyangkut pautkan isu agama dengan permasalahan sosial dan politik –seperti pandangan yang seakan-akan mengiyakan bahwa hanya orang Islam lah yang paling benar dan yang paling layak.

Jadi, perlu teman-teman ketahui langkah-langkah wahabi dalam berdakwah. Karena mereka sekilas tampak sama dengan kaum Ahlussunah. Dengan tulisan yang sangat terbatas ini, semoga teman-teman bisa memahami bagaimana caranya menyerap ilmu Islam dan memahaminya secara utuh, dan jangan dulu mengkafir-kafirkan golongan lain yang berbeda pendapat dengan golongan yang anda pahami saat ini. Maqam kafir mengkafirkan hanya diduduki oleh Allah SWT.

Lalu di manakah Kaum Islam Radikal ini Berpihak?

Di Indonesia Islam radikal memang beragam bentuknya. Saya menduga kuat, kaum Islam radikal tidak tinggal diam setelah Jokowi berhasil membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). HTI hanyalah salah satu Ormas radikal yang berhasil ditumpas. Penghuninya masih ada dan terus hidup. Kaum Islam radikal ini tidak tinggal diam menerima kenyataan pergerakannya dilumpuhkan oleh pemerintah.

Dalam memahami isu terorisme. Jokowi & Ma’ruf Amin memiliki pemahaman yang lebih mumpuni dibanding Prabowo-Sandi. Dalam pemerintahan Jokowi-JK, HTI berhasil di hapus dari Ormas resmi Indonesia. Karena HTI adalah salah satu tempat pengkaderan kaum Islam radikal. Keberadaannya mengancam persatuan bangsa dan keutuhan NKRI. Ini bukan ucapan retoris, silakan anda pelajari sendiri.

Melihat tanggapan Prabowo-Sandi tentang terorisme, saya menaruh premis kuat kaum Islam radikal berada pada pihak Prabowo-Sandi. Karena Prabowo-Sandi belum benar-benar memahami di mana dan dari mana paham terorisme ini tumbuh dan berkembang biak. Pokok utama permasalahan terorisme bukanlah pada masalah ekonomi. Tetapi pada pemahaman Islam yang menyimpang.

Kaum Islam radikal berada pada pihak Prabowo-Sandi untuk mencoba bangkit dari keterpurukan pada masa pemerintahan Jokowi-JK.

Di akhir paragraf ini, saya bukan bermaksud untuk membesarkan nama Jokowi-Ma’ruf Amin. Bukan timses, bukan juga buzzer. Saya hanya mencoba membaca pemahaman dua paslon capres-cawapres Pemilu 2019 dengan pemahaman saya yang sempit. Dan inilah analisis yang bisa saya sampaikan kepada anda sekalian pembaca Warung Kata yang budiman. Jangan lupa nyoblos April nanti ya!

Salam damai.
Penjaga Warung Kata

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca.