Minggu, 20 Mei 2018

'Menerima' Adalah Belajar Tingkat Tertinggi

*Dariku untuk Teater Tesa pada pementasan Rumoh Geudong


Nerimo adalah hal yang paling kita butuhkan saat ini, dan sampai saat yang tidak ditentukan


Dalam konteks pertahanan diri, kita selalu berusaha mati-matian dalam membela diri, mempertahankan diri, melindungi diri dari gangguan apapun yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar diri. Tetapi, apakah menurutmu “menerima” adalah salah satu materi dalam pertahanan diri? Apakah kau setuju bila justru menerima adalah nilai tertinggi dari pelajaran pertahanan diri? Mari kita bicara.

Begini: aku belajar banyak hal dari karya sastra dan karya seni. Karya sastra karena aku kuliah di Sastra Indonesia, karya seni karena aku bergabung di kelompok teater, kedua komponen yang aku pelajari itu mengantarkanku pada sebuah pelajaran yang paling berharga, yaitu menerima. Menerima bahwa aku, kita, kami semua adalah sama-sama sedang belajar. Termasuk belajar menerima. Dan kau benar, menerima, aku akui adalah pelajaran yang paling sulit, tapi bukan tidak mungkin dilakukan dan bukan tidak mungkin dikuasai.

Sejatinya menerima itu berada di tengah-tengah antara percaya diri dan merendah diri. Menerima berada di tengah-tengah antara sombong dan pengecut. Menerima berada di tengah-tengah antara sadar dan alam bawah sadar. Menerima bersifat netral. Penetralisir paling manjur dan harus kita miliki.

Dalam lingkup keilmiahan, karya sastra dan karya seni yang baik selalu membutuhkan kritik yang baik. Bahkan, konon, karya sastra yang baik selalu beriringan dengan kritik sastra yang baik. Maka dalam pementasan Rumoh Geudong ini kita benar-benar butuh kritik yang baik bukan? Dan kita telah melalui hal itu. Aku rasa, dari yang sudah-sudah, menerima kritik bukanlah hal yang benar-benar mudah bila kita tidak memasukannya dalam konteks belajar atau setidaknya mau belajar.

Dalam kadar menerima kita akan mengetahui seberapa kuat kekuatan kita dalam hal pertahanan diri.

Belajar kepada apapun dan kepada siapapun.